Breaking News

Artificial Intelligence Melanda, Tak Ada Alasan Untuk Berhenti Berkarya

Penulis : Kamila Futri H

FOKUSMEDIANEWS.COM, OPINI – Teknologi Artificial Intelligence (AI), akhir-akhir ini sedang ramai menjadi topik perbincangan warganet karena kecanggihan ini telah menyentuh dunia desain. Kehadirannya telah memberikan segudang manfaat di berbagai aspek kehidupan dan telah membawa banyak perubahan. Gambar apapun yang mereka ingin buat akan tergambar sempurna dengan hanya memasukan kata kunci yang diinginkan. Efisiensi waktu sangat terlihat signifikan dibandingkan dengan menghasilkan gambar dengan jari jemari manusia. Manusia tentunya tak mampu memikirkan sekaligus menghasilkan gambar yang terkonsep dengan penuh warna dalam hitungan detik.

Artificial Intelligence memberikan kesempatan bagi siapapun untuk melakukan sebuah kolaborasi yang kreatif antara teknologi dan manusia. Alih-alih memanfaatkan kecanggihan teknologi, karya seni berupa gambar yang dihasilkan oleh AI ini mendapat banyak penolakan dari sejumlah masyarakat khususnya para seniman di Indonesia dan tagar #TolakGambarAI menjadi topik yang kian memanas. Munculnya pro dan kontra memberikan argumen kuat dari setiap kubu, para seniman dianggap tidak bisa menerima perubahan teknologi. Kenyataan pahit ini sayangnya tidak bisa diganggu gugat. Rasanya ancaman sudah didepan mata dan siap menepis sedikit demi sedikit mahakarya dari tangan anak bangsa. Setiap karya istimewa pasti dibuat dengan proses yang panjang melewati beberapa tahapan dalam berpikir memunculkan percikan percikan gagasan yang cemerlang. Skill dan emosi turut tertuang dalam setiap karya yang orisinal, tentu itu bukanlah hal yang mudah. Setiap orang dianugerahi bakatnya masing-masing maka tak semua orang bisa melakukan hal demikian.

Baca Juga :   Sambut Hari Pramuka ke -63, Kwarcab Kota Bogor Gelar Jambore Cabang

Banyak orang berargumen bahwa profesi desain mungkin akan tergantikan oleh AI di masa depan, namun bagaimana bisa hal itu terjadi jika gambar hasil buatan AI tidak memiliki hak cipta. Walaupun negara kita ini masih abu-abu terhadap regulasi yang menyangkut hal ini, namu beberapa negara maju seperti Amerika dan Inggris menegaskan bahwa gambar hasil AI hanyalah buatan komputer dan tidak memenuhi unsur kepemilikan yang jelas. Keresahan ini tak hanya dirasakan oleh para seniman yang bekerja di industri kreatif, namun dirasakan pula oleh generasi penerus bangsa yang turut berkompetisi untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam desain. Susah payahnya membentuk sebuah karya demi menjadi seorang juara, layaknya hama bagi mereka yang mengikuti kompetisi namun menggunakan Artificial Intelligence sebagai alatnya, apa mereka berpikir itu adalah seni?. Sialnya para hama itu seringkali dimenangkan dalam sebuah kompetisi. Kurangnya pemahaman juri tentang teknologi AI menjadi salah satu alasan hal ini terjadi.

Baca Juga :   Mahasiswa STISIP Syamsul Ulum Gelar KKN di Kecamatan Nyalindung dan Surade

Fenomena ini bisa saja membuat orang menjadi malas untuk produktif dalam berkarya dan mengasah bakatnya. Sebagai anak muda kita harus bisa memanfaatkannya dengan bijak. Gambar AI ini bisa saja digunakan untuk media pembelajaran, hiburan, referensi ataupun konsumsi pribadi. Maka jadilah cerdas, walaupun jutaan gambar hasil buatan AI telah merajalela diluar sana, gambar hasil upaya jemari manusia mengukir karyanya tetap tidak bisa tergantikan karena punya nilai. Jangan pernah berhenti berkarya, ancaman ini jadikan sebagai acuan untuk terus berkembang.

Baca Juga :   Bupati Sukabumi Dorong Optimalisasi Peran Pentahelix dalam Menanggulangi Stunting

Perkembangan kecanggihan Artificial Intelligence ini telah menyadarkan kita akan teknologi yang terus maju dari masa ke masa dengan segala kecanggihannya. Namun, perlu diingat untuk tetap menghargai setiap goresan karya anak negeri karena seni itu sesuatu yang mahal. Tidak ada alasan untuk mundur dan tenggelam putus asa, sudah waktunya menerima kenyataan dan berdamai dengan banyaknya perubahan. Teknologi bisa menyimpan banyak memori namun teknologi tak bisa berimajinasi dan tak masalah jika mungkin pandangan kita berbeda tapi inilah opiniku. (**KF)

Penulis : Kamila Futri H adalah Mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University, Program studi Komunikasi Digital dan Media.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *