Breaking News

Kenaikan PPN 12% Tahun 2025 Tetap Berpotensi Berpengaruh Terhadap Ekonomi Masyarakat Menengah ke Bawah

Muhammad Zeinny (Akademisi & Pengamat Ekonomi Universitas Teknologi Nusantara). Foto : Ist

OPINI

Oleh :  Muhammad Zeinny  (Pengamat Ekonomi Universitas Teknologi Nusantara)

FOKUSMEDIANEWS.COM – Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Indonesia akan naik menjadi 12% pada tahun 2025, khusus untuk barang mewah. Dengan berfokus pada barang dan jasa yang dianggap sebagai “mewah” dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dengan daya beli tinggi, kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor konsumsi. Namun, meskipun kebijakan ini terlihat sebagai langkah yang logis dari perspektif pendapatan negara, kebijakan ini berpotensi memiliki dampak sosial-ekonomi yang signifikan, terutama dalam menurunkan kelas ekonomi masyarakat, terutama di kalangan menengah.

Latar Belakang Kebijakan PPN Barang Mewah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mulai berlaku pada tahun 2021. Rencana untuk mengenakan tarif PPN 12% pada barang mewah yang sebelumnya tidak dikenakan PPN adalah salah satu poin penting dari kebijakan ini. Barang-barang ini termasuk barang elektronik premium, perhiasan, mobil, dan barang lainnya yang dianggap menunjukkan status sosial dan hanya dibeli oleh orang-orang berpendapatan tinggi.

Sebagai contoh, karena PPN baru ini, harga mobil mewah dan perhiasan mahal akan naik sebesar 12%. Meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan basis pajak dan meningkatkan pendapatan negara, apakah hasil jangka panjang dari kebijakan ini benar-benar mempertimbangkan kesejahteraan umum ?

1. Peningkatan Beban Ekonomi bagi Kelas Menengah

Meskipun kenaikan tarif PPN pada barang mewah dimaksudkan untuk membebani konsumen kelas atas yang membeli barang-barang mewah, efeknya mungkin jauh lebih besar dari yang diharapkan. Kelas menengah yang sebelumnya mampu membeli barang-barang seperti mobil mewah atau elektronik premium mungkin tidak dapat membeli barang-barang tersebut.
Misalnya, jika PPN baru menaikkan harga sebuah mobil mewah menjadi Rp 1,5 miliar, harganya akan naik menjadi Rp 1,68 miliar. Keputusan konsumen kelas menengah, yang sering mengandalkan mobil mewah sebagai investasi dan tanda status sosial, dapat dipengaruhi oleh kenaikan sebesar Rp 180 juta ini.

Baca Juga :   Mendag Zulhas Borong Sepatu Lokal Buatan Anak Muda Kota Bogor

Simulasi Sederhana 12%:
Barang I
Sebelum PPN Mobil Mewah (Rp) 1.500.000.000,-
Harga Setelah PPN 12% (Rp) 1.680.000.000 ,-
Kenaikan Harga (Rp) 180.000.000,-

Barang II
Perhiasan Emas (Rp) 100.000.000,-
Harga Setelah PPN 12% (Rp) 112.000.000,-
Kenaikan Harga (Rp) 12.000.000,-

Sumber: Perhitungan Internal Tim Ceapps.ID, 2024.

Karena kelas menengah memiliki pendapatan yang lebih rendah daripada kelas atas, kenaikan harga barang mewah dapat membuat kalangan menengah menunda atau menolak untuk membeli barang-barang tersebut. Akibatnya, hal ini dapat menghentikan pertumbuhan sektor industri yang serupa dan pastinya akan berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat kelas menengah yang berpotensi bisa turun kelas. Pelaku usaha pasti meneruskan respon kenaikan harga barang tersebut ke konsumen dengan harga barang yang lebih mahal, sehingga beban kelas menengah akan otomatis bertambah, dampaknya Daya beli kelas menengah akan terancam, meski PPN 12% nya diterapkan ke barang mewah.

2. Dampak Tidak Langsung pada Kelas Menengah Bawah

Meskipun kebijakan ini ditujukan pada barang mewah, kemungkinan besar kelas menengah bawah juga akan terkena dampak tidak langsung dari kebijakan ini. Sektor-sektor yang bergantung pada konsumsi barang mewah, seperti mobil, elektronik, dan pakaian premium, dapat mengalami penurunan permintaan. Penurunan permintaan ini dapat berdampak pada sektor-sektor terkait, yang mayoritas karyawannya berasal dari kelas menengah bawah.

Baca Juga :   Wali Kota Bogor Hadiri Pengukuhan Kepala BI Jabar, Siap Kolaborasi Terkait Food Security

Karena kenaikan harga barang-barang tersebut, pekerja di industri barang mewah, seperti penjual mobil, teknisi, dan karyawan yang bekerja di pabrik barang elektronik premium, akan mengalami dampak penurunan permintaan untuk barang-barang tersebut. Angka pengangguran di kalangan pekerja kelas menengah bawah akan meningkat jika konsumsi barang mewah menurun. Akibatnya, kemungkinan PHK atau penurunan jam kerja akan meningkat.

3. Ketimpangan Ekonomi yang Tetap Tinggi, Indonesia terus mengalami ketimpangan ekonomi yang signifikan

Dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rasio Gini sebesar 0,38 pada tahun 2023. Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam bagaimana pendapatan didistribusikan di Indonesia. Ketimpangan ini dapat diperburuk jika kebijakan kenaikan PPN hanya mengenakan pajak pada barang mewah, yang akan lebih banyak mempengaruhi demografi menengah ke atas yang biasanya membeli barang mewah.

Meskipun kenaikan PPN ini dimaksudkan untuk mempengaruhi masyarakat berpendapatan rendah secara tidak langsung, mereka tetap akan merasakan dampak inflasi barang non-mewah karena kenaikan harga barang mewah yang lebih mahal. Jika produsen barang mewah mengalihkan sebagian biaya tambahan ini ke konsumen barang non-mewah, kelas menengah bawah akan lebih terbebani lagi oleh kenaikan harga barang-barang kebutuhan dasar.

4. Potensi Dampak Inflasi dan Penurunan Daya Beli

Kenaikan harga barang mewah adalah salah satu dampak yang paling langsung dari kebijakan PPN 12% pada barang mewah, yang akan mendorong inflasi, terutama di pasar barang konsumsi yang terkait dengan barang mewah. Meskipun inflasi tidak berdampak langsung pada kelas bawah, kenaikan harga barang mewah dapat berdampak pada daya beli masyarakat secara keseluruhan.

Baca Juga :   Fakultas Sosial dan Ekonomi Prodi Psikologi UTN Gelar PKM, Kembangkan Potensi ABK Menjadi Prestasi

Jika harga barang mewah meningkat, maka Harga barang-barang kebutuhan sehari-hari (seperti bahan baku mobil atau elektronik) dapat meningkat karena biaya produksinya. Akibatnya, harga barang-barang tersebut dapat menjadi lebih mahal, yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuan masyarakat kelas menengah dan bawah untuk membeli barang-barang tersebut. Daya beli yang berkurang akan memperburuk disparitas sosial dan keadaan ekonomi secara keseluruhan.

Meskipun tujuan dari kebijakan kenaikan PPN 12% pada barang mewah adalah untuk meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi perbedaan pendapatan antara kaya dan miskin, dampak jangka panjangnya terhadap kelas menengah dan bawah tidak dapat diabaikan. Kenaikan harga barang mewah, meskipun sebagian besar dirasakan oleh kalangan menengah atas, akan memiliki dampak tidak langsung yang merugikan bagi kelas menengah ke bawah, baik melalui penurunan daya beli mereka dan peningkatan harga barang.

Pemerintah harus mempertimbangkan kebijakan yang mendukung sosial-ekonomi, seperti penguatan program perlindungan sosial (BLT dan PKH), subsidi barang kebutuhan dasar, dan pembukaan lapangan pekerjaan di sektor-sektor yang tidak bergantung pada konsumsi barang mewah. Kebijakan PPN 12% akan memperburuk ketimpangan sosial-ekonomi Indonesia dan pada akhirnya menurunkan kualitas hidup sebagian besar masyarakat.

Penulis :
Muhammad Zeinny H.S, S.E., M.B.A
Dosen Manajemen Universitas Teknologi Nusantara (Pengamat Ekonomi UTN)
Direktur Eksekutif Ceapps.ID (Center Of Economic & public Policy Studies)